Mita mengambil buku gambar putrinya, Sasha (3,5 tahun) dari tas sekolahnya. " Oh. tadi di sekolah Sasha mewarnai ikan ya?.. bagus ya?" Sasha menggeleng, " Bukan, gambar fish". maksudnya gambar fish, bukan ikan.
Lain lagi dengan kisah Angel dengan putranya, Noel (2,5 tahun) ,yang baru 2 bulan inni bersekolah di sekolah berbahasa Inggris. Hari Minggu ketika mereka berkunjung ke rumah sepupunya, putranya langsung menyapa om, tantenya " Hallo.. Good morning".
Lain lagi dengan kisah Angel dengan putranya, Noel (2,5 tahun) ,yang baru 2 bulan inni bersekolah di sekolah berbahasa Inggris. Hari Minggu ketika mereka berkunjung ke rumah sepupunya, putranya langsung menyapa om, tantenya " Hallo.. Good morning".
Lembaga pendidikan pra-sekolah yang menggunakan bahasa pengantar yang berbeda dengan bahasa ibunda dan ditambah lagi dengan yang mengajarkan bahasa tambahan lain seperti bahasa Mandarin, Perancis, dan sebagainya, dewasa ini cukup menjamur. Timbul pertanyaan " apakah efektif menjejali balita dengan bahasa lain ketika bahasa ibundanya belum begitu lancar dituturkan?"
Ada dua jenis proses dalam menguasai suatu bahasa, yaitu pemerolehan dan pembelajaran.
Pembelajaran bahasa dilakukan secara sadar dengan tujuan ingin menguasai bahasa tersebut. Biasanya ada kurikulum yang akan memandu proses pembelajaran dan kegiatan pengajaran disesuaikan dengan tujuan pengajaran yang ingin dicapai, walaupun kadang materi yang diajarkan tidak sesuai dengan kebutuhan anak.
Pemerolehan bahasa, biasanya terjadi karena tuntutan untuk memenuhi kebutuhan penutur. Misalnya, anak tahu harus mengatakan "Please.." , jika ingin dilayani ketika meminta sesuatu, atau menyapa " Good morning", jika berjumpa dengan guru supaya disebuta murid baik, atau "No" Jika tidak mau atau tidak setuju. Proses pemerolehan bahasa ini terjadi secara alamiah karena stimulus dari lingkungannya.
Pembelajaran bahasa dilakukan secara sadar dengan tujuan ingin menguasai bahasa tersebut. Biasanya ada kurikulum yang akan memandu proses pembelajaran dan kegiatan pengajaran disesuaikan dengan tujuan pengajaran yang ingin dicapai, walaupun kadang materi yang diajarkan tidak sesuai dengan kebutuhan anak.
Pemerolehan bahasa, biasanya terjadi karena tuntutan untuk memenuhi kebutuhan penutur. Misalnya, anak tahu harus mengatakan "Please.." , jika ingin dilayani ketika meminta sesuatu, atau menyapa " Good morning", jika berjumpa dengan guru supaya disebuta murid baik, atau "No" Jika tidak mau atau tidak setuju. Proses pemerolehan bahasa ini terjadi secara alamiah karena stimulus dari lingkungannya.
Bahasa asing sebagai bahasa pengantar di pra-sekolah
Bahasa asing yang digunakan sebagai bahasa pengantar di sekolah dapat menjadi "pemerolehan bahasa" daripada "pembelajaran bahasa", karena setiap individu di sekolah berkomunikasi dalam bahasa tersebut karena kebutuhan.
Bagaimana jika bahasa di sekolah berbeda dengan yang dituturkan di rumah, sehingga ada dua atau tiga bahasa berbeda?? Menurut Noam Chomsky, ahli bahasa dari Amerika, seorang anak dilahirkan dengan kapling-kapling intelektual dalam otak mereka. Salah satu kapling dijatahkan untuk pemerolehan dan pemakaian bahasa yang disebut dengan LAD (Language Acquisition Device) atau piranti pemerolehan bahasa (PPB). Anak dilahirkan dengan bekal kodrati di mana ia dapat memproses bahasa apa pun yang disuguhkan kepadanya, dan tidak ada makhluk hidup lain selain manusia yang memiliki kapling dengan piranti bahasa yang demikian hebat.
PPB menyebabkan seorang anak dapat memperoleh bahasa yang berbeda beda. PBB akan menolong anak untuk dapat memilah-milah masukan bahasa yang beragam tersebut dan akhirnya terbentuklah bahasa anak yang sesuai dan dapat diterima oleh lingkungan sekitarnya. Tetapi, tentu saja data bahasa-bahasa yang diterimanya harus akurat dan jelas dari segi aturan-aturan tata bahasa, tata bunyi, kosakata, dan seterusnya, sehingga tidak membingungkan anak.
Seorang ahli bahasa lain, Lenneberg, mengeluarkan pendapat yang dikenal dengan "usia kritis", menyatakan bahwa anak akan dapat berbahasa seperti penutur asli jika mulai berinteraksi dengan bahasa tersebut sebelum masa usia kritisnya yaitu umur 11 atau 12 tahun. Pendapat ini didasarkan pada perkembangan neurobiologis anak. Ketika anak lahir belum ada pemisahan fungsi otak kiri atau otak kanan. Otak anak masih elastis. Baru pada awal pubertas terjadi pembagian tugas pada otak kanan dan kiri (Krashen, 1972).
Mata pelajaran bahasa asing di pra-sekolah.
Proses interaksi yang terjadi dalam bahasa asing yang diajarkan sebagai mata pelajaran tidak sebanyak bahasa asing sebagai bahasa pengantar. Mata pelajaran bahasa asing biasanya diajarkan lebih untuk mencapai tujuan kurikulum, bukan karena kebutuhan anak untuk berkomunikasi dalam bahasa tersebut, sehingga hasilnya pasti tidak akan sama dengan bahasa asing sebagai bahasa pengantar.
Dalam belajar bahasa asing faktor psikologis harus diperhatikan, karena mental dan fisik seorang anak amat berbeda dengan orang dewasa. Guru harus mampu menerbitkan motivasi anak. Cara belajar yang dibungkus permainan adalah yang paling tepat untuk digunakan. Jika hal-hal tersebut tidak diperhatikan oleh guru, maka pengajaran bahasa asing tambahan di usia balita bisa jadi malah akan membebani anak.
Terakhir, karena bahasa merupakan suatu ketrampilan, yang harus terus dilatih dan digunakan, maka orang tua harus memastikan anak akan terus dapat berinteraksi dengan bahasa asing yang sudah didapat di pra-sekolah ini, pada masa selanjutnya, misalnya melalui kursus atau mata pelajaran yang sama di sekolahnya nanti atau lingkungan yang menunjang. Jika penggunaan bahasa asing hanya berhenti pada pendidikan pra-sekolah saja, maka pelajaran bahasa asing tersbut tidak banyak manfaatnya diajarkan pada usia balita. -
Tidak ada komentar:
Posting Komentar